Kampoeng Sinaoe, Lembaga Pendidikan Visioner di Sidoarjo
Kampoeng Sinaoe, Lembaga Pendidikan Visioner di Sidoarjo

Keterangan Gambar : Sejarah Kampoeng Sinaoe


Sejumlah anak berusia belasan duduk melingkar di gazebo yang berdiri di halaman sebuah rumah di Desa Siwalan Panji, Buduran, Sidoarjo. Sore itu, mereka terlihat santai berbincang dengan seorang pria dewasa yang berdiri di salah satu sudut gazebo tersebut.

Sekilas tak ada yang aneh dengan aktivitas anak-anak yang semua mengenakan baju muslim layaknya santri sedang mengaji tersebut. Tapi ketika diperhatikan lebih detail, jelas sekali keunikan dari aktivitas mereka.
Tidak ada satupun dari mereka yang berbicara Bahasa Indonesia atau Bahasa Jawa, semua berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris. “Karena di kawasan ini semua wajib berbahasa Inggris,” kata seorang anak saat ditanya Surya di sela kesibukan belajarnya. Ya, ini adalah pusat studi bahasa Inggris di Kampoeng Sinaoe. Rumah beserta halaman dan dua gazebo itu merupakan satu dari tujuh rumah yang menjadi pusat kegiatan belajar nonformal di Desa Siwalan Panji beberapa tahun terakhir.

“Kalau di rumah-rumah yang lainnya itu berbeda. Ada yang pusat matematika, ada IPA, komputer, pusat bimbingan belajar, dan sebagainya,” imbuhnya sambil menunjuk beberapa rumah di sebelah kanan dan kiri Alfalah Islamic Course di jalan KH Khamdani I no 25 tersebut.

Kampoeng Sinaoe berdiri sejak tahun 2006 silam. Pendirinya adalah Muhammad Zamroni, pria yang lahir di rumah nomor 25 itu pada 19 Agustus 1979.

Ketika itu, anak pertama dari pasangan suami istri Muhammad Sofyan (63) dan Umi Ariha (61) baru setahun pulang ke rumah setelah menyelesaikan pendidikan  di UIN Malang sambil mondok di Pesantren Gading.

Azam, panggilan Muhammad Zamroni, awalnya dimintai tolong oleh seorang tetangga untuk mengajari anaknya mengerjakan PR. Dia masih ingat betul, murid pertamanya yang diajari di rumah tersebut bernama Yofi Diantara, yang ketika itu masih sekolah di SMK.

Beberapa hari mengajari Yofi, ternyata menarik minat beberapa tetangga lain. Seperti les privat, Azam mengajari beberapa anak tetangganya itu saban malam.
“Semuanya gratis, tapi lama kelamaan ada yang memberi bisyaroh (semacam hadiah seikhlasnya),” kenang Azam saat berbincang dengan Surya awal pekan lalu.



Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)